Apa dia lupa baru ditinggalakan kekasihnya? Sampai kemarin
dia masih terlihat seperti mayat hidup. Lalu, sekarang? Bagaimana bisa orang
itu tertawa sangat lepas seperti tadi? Apakah dia sudah bisa melupakan mantan
kekasihnya yang sudah mengkhianatinya itu? Secepat itu? Bagaimana bisa?
Entahlah.
Ketika melihatnya tertawa, aku ikut tertawa. Bersamanya
seperti pulang ke rumah. Sangat nyaman. Namun, bagaimana kalau aku bukanlah
rumah untuknya? Loving him, is it a sin ? jika aku tidak tau kapan start nya,
aku harap aku bisa mendapatkan finishnya. Namun, bagaimana jika tidak ada
finish? Jika dia lebih memilih kekasihnya sebagai garis finishnya. Aku tidak
akan berhenti kecuali dia benar bahagia dengan wanitanya. Baru aku akan
menyerah. Aku ingin realistis meski tidak logis. Bukankah tidak semua dongeng
akan berakhir dengan bahagia? Jika dia hidup dengan hidupnya, aku juga akan
hidup dengann hidupku. Semuanya masih terus berputar dalam orbitnya. Semua
hanya akan berhenti jika dia sampai pada lintasanku, menjadikan aku sebagai
pusat tata suryanya. Aku pernah membaca, kita akan bertemu dengan orang yang
salah sebelum akhirnya dipertemukan pada orang yang tepat. Jika takdirku hanya
dirimu, kau akan memilihku. Nanti.
Apa kau tahu seperti apa rasanya melepaskan sesuatu yang
pernah kau miliki?
Ternyata kau memberiku banyak kenangan
What ?
Seperti menemukan kepingan terakhir dalam puzzle yang selama
ini sedang aku susun. Kepingan yang terselip di antara kepingan lain, dan
membuatnya kesulitan menuntaskan puzzle itu. Namun, setelah hari ini, setelah
satu kalimatmu barusan, aku merasa telah utuh. Aku tidak akan melepasnya.
Tapi aku lupa bahwa dia tidak menganggaku seperti itu. Aku bukan
pemeran utama dalam lakon hidupnya. Aku hanya figuran yang hanya sekali
dibutuhkan. Aku mencintainya tanpa diketahui. Mencintai dalam diam. Mencintai
dalam satu sudut pandang. Mencintai di satu sisi. Biarpun demikian, kadang aku
merasa sangat bahagia.
Entahlah. Hanya saja, aku selalu merasa lebih baik jika kau
berada di dekatku. Rasanya, bersamamu itu seperti... memiliki sebuah tempat
dimana aku merasa baik baik saja. Kau seperti rumah untukku. Datang begitu
alami. Membuatku terasa terlindung jika berada di dekatmu. Membuatku merasa
tenang dan nyaman. Ketika aku merasa kehidupanku sangat buruk, aku selalu
menemukanmu disana membuatku menjadi
tenang dalam sekejap. Sebuah rasa nyaman yang hanya bisa di dapatkan didalam
rumah. Perlindungan yang pasti dan menjanjikan. Rasa sakit dalam bentuk apapun
seperti lenyap begitu saja. Aneh. Aku benar-benar tak mengerti. Seperti, kenapa
itu harus kau? Kenapa? Oh, aku harap kau tidak keberatan dengan penjelasanku
ini..
Kehidupanku menjadi sangat mudah dijalani saat kau ada
bersamaku. Sebaliknya, saat kau tak ada, aku kehilangan duniaku.
Kau begitu jahat, bagaimana bisa kau pergi setelah memberiku
luka menyakitkan? Kekosongan ketika menatapmu, siapa yang berpaling, aku tak
mampu menggapaimu. Kenangan masalalu ketika kita saling mencintai datang dan
pergi. Air mata terus mengalir memanggilmu. Kenangan kenangan berharga menyebar
di langit. Aku benci itu, aku tanpamu. Aku benci itu, kau tanpaku. Aku masih di
tempat ini meskipun lampu sudah dipadamkan. Aku benci, aku benci diriku sendiri
yang mengharapkannya. Aku benci, diriku sendiri yang terlalu mencintainya. Aku membenci
semua cinta di dunia dan aku membenci “kami” segalanya yang dilupakan. Aku
menghela napas panjang, diam menutup mata. Aku mendengar suaramu dan kemuadian
lenyap. Hatiku berdebar memanggilmu. Aku membuang kenangan berhargaku ke
langit.
Apakah semua luka akan hilan dengan sendirinya? Berapa lama
waktu yang dibutuhkan hingga luka yang dalam sekalipun bisa mengering dan
sembuh?
Tidak ada gunanya memberi tahu pria itu, bukan? Memangnya
kau kira dia akan mencarimu setelah kau
pergi? Bukankah kau pergi untuk meninggalkan pria itu? Jangan konyol!
Kau bukan hal penting baginya! Kau harus segera melupakannya demi tuhan rasanya
bisa sesakit ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar