Kalau yang namanya kesempurnaan itu
gak ada, dan kita terus mengejar kesempurnaan, apa gue berarti mengejar sesuatu
yang tidak ada? Dan kalau yang namanya memaafkan itu berarti melupakan,
bagaimana cara melupakan sesuatu yang telah kita maafkan? Bahkan jika hal
tersebut tidak seharusnya terjadi?
Karena orang-orang yang sembarang
meninggalkan semata demi yang lebih baik, adalah orang yang tidak cukup baik.
Dan aku tau itu.
Namun apa daya? Waktu itu sudah
dirancang Tuhan dan dieksekusi semesta berputar searah jarum jam, atau
perputaran jarum jam itu sendiri yang mengikuti arah berjalannya waktu.
Entahlah, yang pasti waktu terus berjalan, ke depan. Kata “seandainya” takkan
pernah habis terlintas dalam benak seseorang yang sudah melakukan kesalahan,
tanpa ia sengaja. Kata tersebut sepertinya bergandengan dengan benda nista
bernama penyesalan.
Tak sepenuhnya nista. Dalam
sebuah penyesalan, meskipun selalu datang terlambat, justru keterlambatan itu
yang membuat kita harus lebih berhati-hati. Kamu mungkin bisa memutar jarum jam
ke arah yang sebaliknya, tetapi kamu tak akan pernah bisa memutar waktu kembali.
Semuanya tak akan pernah sama lagi.
Jika kamu bersungguh memperbaiki kesalahan, maka hal paling masuk
akal setelah melewati semua fase “denial” dengan
segala “seandainya” dan penyesalan adalah tetap melangkah ke depan, menjadikan
yang di belakang sebagai pelajaran. Seperti jarum detik yang terus berjalan,
perlahan mengajak jarum menit dan jam maju, melewati semua.
Terimakasih untuk persembunyian
yang menyenangkan, terimakasih untuk pelukan hangat yang diam-diam kauberikan
untukku meskipun saat itu kekasihmu mengirimkan pesan berkali-kali. Pesan yang
tak kau gubris sama sekali. Ah, rasanya setiap mengingat ini, aku ingin lari.
Pria macam apa yang bisa kucintai sampai berdarah darah begini?
Seperti marmut yang tidak tahu
kapan harus berhenti berlari di roda yg berputar. Sadar diri. Mungkin aku harus
pergi.
thank you for your
time that you've given to me d.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar